Review Film: ‘Kukira Kau Rumah’



 ‘Kukira Kau Rumah’ yang rilis pada 3 Februari ini merupakan film yang keluar dari genre remaja receh dengan mengangkat isu kesehatan mental. Niskala diceritakan sebagai seorang pengidap bipolar yang terjebak hubungan romantis bersama Pram, seniornya di kampus.

Film yang dibintangi sekaligus diproduseri oleh Prilly Latuconsina ini masuk dalam jejeran film yang ramai dibicarakan tahun ini.

Film debutan sutradara Umay Shahab ini pernah masuk dalam nominasi Festival Film 2021 dan tayang perdana pada 28 November 2021 di Jogja NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2021 lalu.

‘Kukira Kau Rumah’ tidak hanya menopang ekspektasi yang tinggi karena diadaptasi dari lagu Amidgala dengan judul yang sama persis, Kukira Kau Rumah. Tetapi juga isu mental yang diangkat oleh Umay Shahab menarik perhatian banyak penonton.

Dalam proses produksinya, Umay Shahab bahkan melakukan konsultasi khusus pada beberapa pada beberapa psikolog dan komunitas bipolar.

Sosok Niskala (Prilly Latuconsina) sebagai karakter utama digambarkan mengidap gangguan kesehatan mental dengan diagnosis bipolar sejak duduk di bangku SMA. Keadaan tersebut membuat orang tua Niskala menjadi over protective hingga ia dilarang melanjutkan pendidikan ke tingkat kuliah.

Niskala mengalami banyak kendala dalam menjalani kehidupan sosialnya.

Hingga di kampus, ia bertemu dengan Pram (Jourdy Pranata), seorang senior yang berhasil menarik perhatiannya setelah terlibat adu mulut di pelataran kampus. Sosok laki-laki yang selalu merasa kesepian semenjak ayahnya meninggal, juga ibunya yang semakin sibuk bekerja.

Tanpa mengetahui penyakit yang dimiliki Niskala, keduanya menjadi semakin dekat dan banyak menghabiskan waktu bersama. Kedekatan mereka membuat Niskala sering mengabaikan peraturan rumah dan menyulitkan sahabat-sahabatnya di kampus.

Pram dan Niskala yang selama ini dilingkupi kesepian serasa di atas angin karena kehadiran mereka kini saling mengisi satu sama lain.


Prilly Latuconsina mendapat banyak pujian karena berhasil memerankan Niskala yang mudah meledak-ledak di filmnya. Seperti ketika Niskala yang terpancing emosi dalam simulasi debat, atau ketika Pram memberitahu bahwa teori yang digunakan Niskala dalam tugasnya salah.

Kemampuan Prilly dalam film ini layak diberi tepuk tangan karena penonton akan merasa kebingungan dengan perubahan emosi Prilly yang seperti roller coaster.

Sosok Pram yang kesepian dan selalu melakukan apa-apa sendirian juga diperankan dengan apik oleh Jourdy Pranata. Dalam filmnya, ia merupakan sosok laki-laki yang menuangkan rasa sepinya ke dalam bait lirik, yang sayangnya tidak pernah ia perdengarkan pada siapapun, sampai Niskala hadir.

Sayangnya, karakter lainnya kurang disorot dengan detail. Sahabat-sahabat Niskala, yakni Shenina Cinnamon sebagai Dinda dan Raim Laode sebagai Oktavianus jarang disorot. Sama halnya dengan orang tua Niskala yang selama ini menjaga Niskala secara berlebihan.

Hal yang sama juga penonton rasakan ketika detail keluarga Pram kurang diceritakan alasan mengapa dan bagaimana keluarga tersebut sebelum Ayah Pram meninggal.

Padahal kerabat Niskala dan Pram seharusnya bisa menjadi karakter pendukung yang kuat dalam ‘Kukira Kau Rumah’ agar alur cerita tidak terkesan terlalu cepat dan hanya berputar di sekitar Niskala dan Pram.


Terlepas dari alur yang terlalu cepat, bisa dikatakan ada beberapa plot hole dalam ‘Kukira Kau Rumah’. Umay Shahab dan jajaran kru berhasil memberikan visualisasi yang menarik dan memanjakan mata.

Kamera yang menyorot ekspresi Niskala dan Pram dengan detail setiap mereka tampil bersama di atas panggung merupakan hal yang luar biasa karena dapat membuat penonton merasakan emosi yang dibawakan oleh karakter.

Skoring yang diperdengarkan yang seringkali memutar lagu-lagu buatan Pram juga cukup memanjakan telinga, seolah penonton berada di tempat yang sama ketika Pram memasang earphone di telinga Niskala.


Kesepian yang dirasakan oleh Pram dan Niskala dalam porsi yang berbeda mampu membuat penonton ikut terbawa perasaan.

Pram dengan ibu tunggal yang sibuk bekerja membuat ia selalu menghabiskan seluruh waktunya di rumah sendirian tanpa seseorang yang dapat mendengarkan keluh kesahnya.

Niskala yang selama ini dijaga dengan protektif oleh ayahnya, membuat banyak keinginan gadis itu terpendam dan terasingkan dari kehidupan sosialnya.

Mental illness yang dialami oleh Niskala, dan penanganan yang dilakukan oleh orang tuanya terkesan keliru. Di akhir cerita ia berteriak lantang bahwa ia tidak pernah didengar oleh ayahnya, banyak hal yang tidak boleh ia lakukan, dan ia merasa ayahnya malu mempunyai anak pengidap bipolar.

Generasi yang melek kesehatan mental di abad 20 ini akan mampu merasakan kepedihan yang dialami oleh Niskala di film tersebut.

Kegetiran perasaan seorang pengidap mental illness akan tanggapan orang-orang di sekitarnya digambarkan dengan baik dalam ‘Kukira Kau Rumah’.Film ‘Kukira Kau Rumah’ tidak hanya menyajikan kisah romantis antar remaja, tetapi juga mengangkat isu kesehatan mental yang merupakan permasalahan utama di jaman sekarang.

Film ini juga merupakan tamparan halus pada masyarakat bahwa pengidap mental illness tidak bisa sembarangan ditangani, mereka butuh didengarkan oleh orang-orang di sekitarnya.

‘Kukira Kau Rumah’ berhasil menyajikan film yang emosional bagi para penontonnya dengan dibalut isu kesehatan mental dan masalah keluarga yang dialami oleh kedua tokoh utama.

Posting Komentar

0 Komentar