REVIEW - DO YOU SEE WHAT I SEE


 Mengadaptasi salah satu kisah paling populer (First Love) dalam siniar bernama sama, Do You See What I See memang bukan terobosan baru dalam horor Indonesia. Masih menjadikan pocong sebagai pusat teror, masih didominasi pencahayaan temaram, masih pula mengambil latar kuburan di adegan puncak. Walau demikian, ia adalah salah satu yang paling kompeten dalam beberapa waktu terakhir. Pembuatannya tidak berusaha mendobrak formula, tapi memastikan tiap divisi digarap secara layak. 

Si pendamba cinta pertama itu bernama Mawar (Diandra Agatha), yang baru berulang tahun ke-20. Meski memiliki sahabat-sahabat setia seperti Vey (Shenina Cinnamon) dan Kartika (Sonia Alyssa), Mawar tak juga memiliki kekasih. Kondisi itu berubah setelah Mawar berziarah ke makam orang tuanya. Sambil malu-malu ia mengaku telah bertemu laki-laki impiannya




Sayangnya itu bukan awal kebahagiaan, sebab tingkah laku Mawar yang sebelumnya ramah mendadak berubah jadi aneh. Vey dan Kartika curiga keanehan itu disebabkan oleh pacar barunya yang dipanggil "Mas Restu". Sebagai penonton, kita sudah lebih dulu tahu bahwa Mas Restu bukan manusia, melainkan pocong. Tapi kesan misterius tetap terjaga, sebab naskah buatan Lele Laila memilih untuk menyembunyikan wujud si hantu sampai menjelang babak akhir.

Naskah Do You See What I See merupakan karya terbaik Lele sejauh ini karena konsistensinya. Tidak ada kengawuran mendadak sebagaimana terjadi di konklusi Pemandi Jenazah. Semua rapi dari awal hingga akhir, pula didukung ketepatan mengatur kuantitas jumpscare. Apalagi keputusan menyembunyikan sosok Restu memaksa Lele memutar otak lebih keras untuk mengembangkan teror. Beberapa jumpscare paling efektif di sini bukan berasal dari penampakan wajah hantu. 


Hasilnya adalah benang merah yang menyatukan seluruh aspek cerita Do You See What I See sebagai horor berbumbu kisah cinta. Pilihan konklusinya yang kelam sekaligus mengejutkan juga masih setia melangkah di jalur tersebut. Bukan asal kelam semata agar terlihat keren, tapi punya dampak emosi yang mengingatkan kita betapa jatuh cinta pun bisa sedemikian mematikan. 

Naskahnya agak mengendur di klimaks ketika tak memberi cukup materi, namun intensitas berhasil dijaga berkat pengarahan Awi Suryadi, yang sukses membuat Do You See What I See sebagai horor terbaiknya sejak Sunyi (2019). Berbekal kepiawaiannya mengolah teknis, terutama deretan tata kamera stylish (pemakaian sudut pandang orang pertama, split focus shot, dll.), Awi memberikan efek dramatis yang menjauhkan kesan monoton. 

Di sisi lain, penampilan solid jajaran pemainnya makin menguatkan presentasi drama film ini. Shenina berjasa membawa bobot dramatik, Sonia mencuri perhatian lewat beberapa celotehannya, sedangkan Diandra, biarpun pelafalan Bahasa Jawanya belum sempurna (ditambah kombinasi dengan Bahasa Indonesia yang mengganggu dan penempatannya kurang natural), mampu menghipnotis berkat tatapan dan senyum tajamnya.




Posting Komentar

0 Komentar